Meminta atau menerima sama kerennya dengan memberi, mungkinkah?
Dear Guyubers,
Saya memiliki satu pertanyaan untuk kita semua: Bagaimana kita sebagai warga memperoleh barang-barang yang kita butuhkan? Barangkali, jawaban yang paling umum adalah membeli. Tentu selama kita memiliki cukup uang. Pilihan jawaban lainnya adalah meminjam. Dan sedikit yang memilih menjawab meminta secara cuma-cuma.
Ada banyak alasan yang kuat mengapa kita enggan meminta. Secara sosiologis dan mungkin alasan nilai tertentu, meminta merupakan hal yang cenderung negatif. Memberi lebih baik daripada meminta. Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah. Namun apakah mungkin meminta bisa sama baiknya dengan memberi? Meminta dengan tujuan menggunakannya kembali dan memperlama usia penggunaan barang atau bahkan meminta dengan tujuan menggunakannya atau memanfaatkannya dan mencegah sesuatu terbuang percuma jelas bukan semata-mata meminta karena motivasi yang negatif. Anda memiliki misi yang mulia ketika melakukannya. dengan meminta atau menerima dan menggunakannya kembali anda berkontribusi secara signifikan pada pengurangan volume sampah yang dibuang begitu saja.
Sebagai orang yang berkecukupan, mungkin anda akan enggan untuk meminta atau meminjam. Untuk alasan yang murah, kita mungkin menganggap sepele membeli sebuah kaos oblong seharga 50.000 rupiah. Tapi bayangkan berapa banyak energi dan jejak karbon yang kita ikut keluarkan dengan membeli suatu barang baru? Karenanya, dibanding membeli barang baru, selama ada barang pengganti yang tersedia secara cuma-cuma, lebih baik kita meminta dan menggunakannya. Selain berhemat, kita lebih baik menyimpan dan mengalihkan uang yang kita punya untuk kebutuhan lain yang mendesak atau untuk berjaga-jaga. Lebih mulia dari itu, anda juga ikut serta dalam gerakan global untuk mengurangi jejak karbon dan ikut menyelamatkan lingkungan. Berhenti membeli barang baru atau setidaknya mengurangi membeli barang dengan memilih memakai barang yang masih bisa dipakai dapat mengurangi jejak karbon secara signifikan. Menurut Marcus Hopper, menggunakan alat-alat kantor bekas dapat mengurangi jejak karbon sebesar 36%.(1) Bagaimana, cukup keren bukan?
Guyubers, interaksi saling meminjamkan barang dan saling berbagi mungkin sesuatu yang biasa dan normal di lingkungan kita masing-masing. Namun seiring gaya hidup yang semakin individualistis khususnya di perkotaan, frekuensi dan kebiasaan itu semakin lama semakin terkikis. Guyub mengajak kita semua kembali ke akar tradisi dan nilai-nilai luhur masyarakat kita. Dibalik praktik saling meminjamkan dan berbagi, kita semakin membangun dan memperkuat daya ikat atau kohesi sosial kita. Kita menjadi saling mengenal dan peduli dengan warga disekitar kita. Sesuatu daya ikat yang tidak akan kita dapatkan dari membeli barang-barang dari pasar.